Mei 20, 2010

Horas Medan

Raja Mars dari Tarutung

Nortier Simanungkalit (GATRA/Rachmat Hidayat)HIDUP Nortier Simanungkalit teratur seperti lagu-lagu mars dan himne ciptaannya. Delapan jam istirahat, delapan jam santai. Sisanya, berkarya. Hasilnya, meski Desember nanti akan memasuki usia 75 tahun, ia masih segar bugar dan menghasilkan lagu. Terakhir, ia menciptakan Mars Pemilu 2004.

Mars dan himne menjadi identitas pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara, itu. Pembaca pasti masih ingat denting piano pada intro lagu Senam Kesegaran Jasmani pada 1980-an. Kalau partiturnya masih ada, di bawah judul mars tadi pasti tertulis nama N. Simanungkalit.

Di luar dua komposisi itu, masih ada ratusan, tepatnya 268, komposisi lain yang sudah dihasilkannya. Seluruhnya diciptakan ompung empat cucu itu sejak ia remaja, pada 1950-an. Sayang, pria yang tak punya latar belakang pendidikan khusus musik ini lupa judul mars perdananya.

Tapi untuk debutnya di luar mars dan himne, ia ingat betul. "Sekuntum Bunga di Taman," kata suami Sri Sugiarti boru Simorangkir itu. Lagu itu berirama pop. Ditulis ketika Simanungkalit baru satu semester menuntut ilmu di Fakultas Pedagogi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Semangat mencipta lagunya makin menggebu ketika Sekuntum diputar RRI Yogyakarta. Lewat stasiun radio itu pula, guru seni suara sebuah SMA di Yogyakarta (1957-1964) itu mendengar siaran musik klasik kesukaannya. Kalau akhirnya ia lebih terpikat pada mars, tak lain karena menurut dia, "Mars adalah induk seluruh lagu."

Karya cipta Simanungkalit tersebar sampai ke "negeri Paman Sam". Lewat Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, Palang Merah Amerika memesan sebuah himne dari dia pada 1999. Sebulan penuh dihabiskan Simanungkalit sebelum mendapatkan komposisi yang pas. Untuk keberhasilannya, ia mendapat medali jenis Special Recognition dari Palang Merah Amerika.

Nortier Simanungkalit; Induk Seluruh Lagu (GATRA/Rachmat Hidayat)Itu bukan pengalaman pertamanya dengan negeri Paman Sam. Pada 1972, Simanungkalit pernah bersantap siang dengan Presiden Richard Nixon. Ia berada di Amerika Serikat dalam rangka menjadi juri Festival Paduan Suara Mahasiswa Internasional. Kiprah dosen kor Akademi Musik Indonesia Yogyakarta (1964-1966) itu di pentas internasional tak sebatas menjadi juri. Selama periode 1968-1981, ia menjadi anggota International Music Council UNESCO.

Ada yang tak biasa dari Simanungkalit. Bila biasanya seorang komposer membangun sebuah komposisi lewat alat musik yang dikuasainya, tak demikian dengan komposer yang satu ini. Ia lebih sering membayangkannya terlebih dulu. Lalu nada-nada yang terlintas di kepala dituangkan ke atas secarik kertas. Biasanya, sebagian besar dari komposisi tadi sudah tercipta di luar kepala.

Untuk mendapatkan harmonisasi, atau agar tahu komposisi itu secara utuh, Simanungkalit menggunakan jasa orang lain. Misalnya saat mencipta Mars Pemilu 2004, ia menggunakan jasa seorang pianis di studio Monang Sianipar, Jakarta. "Di situlah kekuatan imajinasi dan seni," kata bapak tiga anak itu.

Simanungkalit memperhatikan betul keselarasan lirik, yang senantiasa filosofis, dengan lagu ciptaannya. Empat unsur penting selalu diupayakan ada dalam tiap ciptaannya. Yaitu melodi, harmoni, ritme, dan timbre. Kehati-hatian itulah yang membuat penerima penghargaan Lifetime Achievement dari Koalisi Media KPU dan SCTV itu enggan mengikuti lomba bila jurinya bukan maestro musik atau seorang musikolog.

Nortier Simanungkalit (GATRA/Rachmat Hidayat)Sebelum mencipta lagu, mantan anggota MPR-RI (1987-1992) itu selalu menjalani ritualnya: berdoa. "Tuntunlah saya supaya berhasil membahagiakan orang yang menerima lagu ini," kata Simanungkalit, menirukan doanya. Setelah itu, ia melakukan perenungan. Kadang lirik yang lebih dulu muncul, baru lagu. Kadang sebaliknya. Inspirasi didapatnya dari sembarang tempat.

Ketika membuat mars dan himne SEA Games, yang dipesan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ketua KONI saat itu, ia mendapat idenya di atas bus kota. Tak tanggung-tanggung, ia mendapat dua lagu sekaligus dalam 30 menit perjalanan. "Lagunya khas Jawa. Laras pelog untuk mars, selendro buat himne," kata penerima Satya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II itu. Mulai pukul dua siang sampai pukul 10 keesokan harinya, Simanungkalit mengutak-atik lagu tadi. "Sampai pegal tangan saya,

Tidak ada komentar: