Raja Mars dari Tarutung
HIDUP Nortier Simanungkalit teratur seperti lagu-lagu mars dan himne ciptaannya. Delapan jam istirahat, delapan jam santai. Sisanya, berkarya. Hasilnya, meski Desember nanti akan memasuki usia 75 tahun, ia masih segar bugar dan menghasilkan lagu. Terakhir, ia menciptakan Mars Pemilu 2004.
Mars dan himne menjadi identitas pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara, itu. Pembaca pasti masih ingat denting piano pada intro lagu Senam Kesegaran Jasmani pada 1980-an. Kalau partiturnya masih ada, di bawah judul mars tadi pasti tertulis nama N. Simanungkalit.
Di luar dua komposisi itu, masih ada ratusan, tepatnya 268, komposisi lain yang sudah dihasilkannya. Seluruhnya diciptakan ompung empat cucu itu sejak ia remaja, pada 1950-an. Sayang, pria yang tak punya latar belakang pendidikan khusus musik ini lupa judul mars perdananya.
Tapi untuk debutnya di luar mars dan himne, ia ingat betul. "Sekuntum Bunga di Taman," kata suami Sri Sugiarti boru Simorangkir itu. Lagu itu berirama pop. Ditulis ketika Simanungkalit baru satu semester menuntut ilmu di Fakultas Pedagogi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Semangat mencipta lagunya makin menggebu ketika Sekuntum diputar RRI Yogyakarta. Lewat stasiun radio itu pula, guru seni suara sebuah SMA di Yogyakarta (1957-1964) itu mendengar siaran musik klasik kesukaannya. Kalau akhirnya ia lebih terpikat pada mars, tak lain karena menurut dia, "Mars adalah induk seluruh lagu."
Karya cipta Simanungkalit tersebar sampai ke "negeri Paman Sam". Lewat Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, Palang Merah Amerika memesan sebuah himne dari dia pada 1999. Sebulan penuh dihabiskan Simanungkalit sebelum mendapatkan komposisi yang pas. Untuk keberhasilannya, ia mendapat medali jenis Special Recognition dari Palang Merah Amerika.
Itu bukan pengalaman pertamanya dengan negeri Paman Sam. Pada 1972, Simanungkalit pernah bersantap siang dengan Presiden Richard Nixon. Ia berada di Amerika Serikat dalam rangka menjadi juri Festival Paduan Suara Mahasiswa Internasional. Kiprah dosen kor Akademi Musik Indonesia Yogyakarta (1964-1966) itu di pentas internasional tak sebatas menjadi juri. Selama periode 1968-1981, ia menjadi anggota International Music Council UNESCO.
Ada yang tak biasa dari Simanungkalit. Bila biasanya seorang komposer membangun sebuah komposisi lewat alat musik yang dikuasainya, tak demikian dengan komposer yang satu ini. Ia lebih sering membayangkannya terlebih dulu. Lalu nada-nada yang terlintas di kepala dituangkan ke atas secarik kertas. Biasanya, sebagian besar dari komposisi tadi sudah tercipta di luar kepala.
Untuk mendapatkan harmonisasi, atau agar tahu komposisi itu secara utuh, Simanungkalit menggunakan jasa orang lain. Misalnya saat mencipta Mars Pemilu 2004, ia menggunakan jasa seorang pianis di studio Monang Sianipar, Jakarta. "Di situlah kekuatan imajinasi dan seni," kata bapak tiga anak itu.
Simanungkalit memperhatikan betul keselarasan lirik, yang senantiasa filosofis, dengan lagu ciptaannya. Empat unsur penting selalu diupayakan ada dalam tiap ciptaannya. Yaitu melodi, harmoni, ritme, dan timbre. Kehati-hatian itulah yang membuat penerima penghargaan Lifetime Achievement dari Koalisi Media KPU dan SCTV itu enggan mengikuti lomba bila jurinya bukan maestro musik atau seorang musikolog.
Sebelum mencipta lagu, mantan anggota MPR-RI (1987-1992) itu selalu menjalani ritualnya: berdoa. "Tuntunlah saya supaya berhasil membahagiakan orang yang menerima lagu ini," kata Simanungkalit, menirukan doanya. Setelah itu, ia melakukan perenungan. Kadang lirik yang lebih dulu muncul, baru lagu. Kadang sebaliknya. Inspirasi didapatnya dari sembarang tempat.
Ketika membuat mars dan himne SEA Games, yang dipesan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ketua KONI saat itu, ia mendapat idenya di atas bus kota. Tak tanggung-tanggung, ia mendapat dua lagu sekaligus dalam 30 menit perjalanan. "Lagunya khas Jawa. Laras pelog untuk mars, selendro buat himne," kata penerima Satya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II itu. Mulai pukul dua siang sampai pukul 10 keesokan harinya, Simanungkalit mengutak-atik lagu tadi. "Sampai pegal tangan saya,
Mei 20, 2010
Partalitoruan do au
Kapten Nortier Simanungkalit, dan Hymn of The American Red Cross
Baginya, musik bukan hanya sekedar irama yang enak dengar di telinga. Bukan hanya gabungan antara beberapa alat musik dan suara vocal penyanyi. Tapi, lebih dari itu. Musik dia anggap sebagai salah satu media pendidik, dan melalui musik seseorang, atau bahkan negara dapat mengangkat harkat hidupnya.
Tidak banyak yang mengenal dengan baik seorang Nortier Simanungkalit, apalagi di kalangan generasi muda. Paling, mereka hanya pernah melihat namanya, di beberapa lagu sebagai pencipta, atau sebagai composer, atau sebagai pencipta sekaligus komposernya, atau di beberapa buku yang berkaitan dengan mars, hymne dan sebagainya yang berkaitan dengan musik. Tanpa tau orangnya yang mana, dan apa karya –karya besar lainnya, yang tidak hanya membawa namanya saja di kancah internasional, tapi juga nama bangsanya, Indonesia tercinta ini.
Sebelum kemerdekaan, ompung ini sudah berjuang untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Masa mudanya dia habiskan dengan berjuang, bergerilya, sehingga dia berada di pangkat kapten, Kapten Simanungkalit.
Setelah masa peperangan selesai, semua pemuda bekas pejuang, boleh melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas. Beberapa di antara mereka, ada yang masuk ke ITB, UI dan ompung ini sendiri memilih masuk ke UGM, di fakultas Kedokteran. Sempat lama menjalani perkuliahan di kedokteran, akhirnya memutuskan keluar karena pusing dengan segala macam praktikum nya
Keluar dari Kedokteran, kemudian kapten Simanungkalit memilih masuk ke PKD, aku kurang tau kepanjangan PKD ini, yang aku dengar dari ompung itu, sepertinya itu jurusan untuk ilmu keguruan. Pada saat itu, beliiau ini sering mendengar lagu-lagu dari radio luar negeri. Tidak seperti pendengar musik umumnya, ompung ini pun mendengar sambil berfikir, kenapa musik-musik itu begitu indah? Pasti ada manfaatnya musik-musik itu dibuat. Apalagi di jaman-jaman peperangan, kerap sekali para pejuang, menjadi sangat bersemangat ketika mereka mendengar lagu2 kemerdekaan seperti lagu-lagu ciptaan Cornel Simanjuntak, Kusbini, dan lain-lain nya. Diyakininya, dalam lagu itu, ada kekuatan, ada pesan kaut yang ingin disampaikan dari setiap musik, tidak sembarangan.
Dilahirkan di Tarutung, dari ibu boru Sitompul, pada tahun 1928. tahun ini, genap sudah ompung ini berusia 80 tahun. Usia yang sudah jarang ada di jaman sekarang ini. Apalagi sampai setua itu, ompung ini tidak pernah diserang penyakit yang cukup berarti, tidak ada pantangan dalam makanan. Makanya, waktu kami berbincang-bincang sebelum dialog dimulai, beliau ini minta kopi, lalu aku tanya “ai minum kopi dope ompung?” langsung dijawab dengan semangat “lancar dope ito, sona adong pantanganhu ito, dohot sangsang I hutancap dope, apalagi ma kopi, denggan dope sude kesehatahu ito”.bah ! yang hebat kali lah ompung ini.
Karya-karyanya sudah pernah membawa ompung ini berpetualan ke negeri orang. Tidak hanya menjadi petualang biasa, tapi dia diperlakukan seperti setingkat menteri, sehingga ke negarapun dia memenuhi undangan sambutan yang dia terima, layaknya sambutan kepada pejabat kenegaraan.
Media menjuluki nya sebagai Raja Mars dan Hymne. Padahal, tidak hanya disitu saja keahlian ompung ini, julukan itu datang karena banyaknya hymned an mars yang dia ciptakan dan beberapa juga sekaligus dia aransemen sendiri olehnya. Yang paling membanggakan di kancah dunia internasional adalah, kalau kalian pernah dengar Hymne of the American Red Cross. Mungkin ada di antara kita yang pernah mendengar, soerang Nortier Simanungkalit lah penciptanya sekaligus komposernya. Pada tahun 2004, pernah diundang dalam rangka merayakan ulang tahun ke 95 The American Red Cross. Semua volunteer memberikan standing applause untuknya, dia begitu dikagumi dan dihormati atas karyanya tersebut. “semua orang yang hadir disana, berdiri dan memberikan standing applause untuk saya, ada 400an orang itu, semuanya orang-orang hebat, kaerna volunteer disana, saya tau orang-orang hebat, bukan orang kocro-kocro” . selain hymne The American Red Cross, ompung ini jugalah pencipta dari hymne LIPI.
Dicintai di negara orang, dan nyaris dilupakan di negeri sendiri. Sebutlah dua negara yang pernah mengundang ompung ini, dan memperlakukan nya setara dengan pejabat pemerintahan atau setingkat menteri. Seperti di Amerika dan Rusia. Penyambutan yang dia terima sungguh luar biasa. Dijemput dengan menggunakan limousine, tinggal di hotel Moskoa (tak tau aku betul atau tidak penulisannya ini), hotel ini salah satu hotel terbesar di dunia, dan juga disediakan seorang sekretaris pribadi yang cakap dalam berbahasa, yang mendampinginya kemana pun dia pergi. Sepulangnya ke Indonesia, kehidupannya langsung berputar 180 derajat.
Dari bandara, memilih naik bus damri ke Blok M, dari sana, dia menumpangi Metro Mini yang jurusan Cipete-Pondok Labu, dan berdiri, sambil menggantungkan tangannya (khas berpegangan berdiri di bis). “dalam hatiku, minggu lalu baru saja aku diperlakukan seperti menteri, eh pulang-pulang ke Indonesia ini, berdiri di Metro Mini, gimana ga saya kan Cuma orang miskin”, miris sekali mendengar pernyataan itu dari seorang pejuang kemerdekaan.
Biarpun sudah tua dalam usia, tapi semangatnya, hebat! Dia selalu berharap ada generasi-generasi muda jaman sekarang yang memiliki bakat dan talenta dalam musik, untuk mengembangakan dan menciptakan musik yang baik, musik yang dapat mengangkat harkat hidup dan mengharumkan nama bangsa dan negara. Dia juga menyadari, adanya gap yang dalam antara orang muda, dengan generasinya yang sudah masuk usia senja. Harapannya, gap itu tidak menjadi penghalang komunikasi dan interaksi antara kaum muda dengan generasi ompung keren ini
Dia selalu mempercayai bahwa kaum muda itu harus diberi kesempatan untuk berkembang seluas-luasnya, dan harus disupport, jangan malah dijatuhkan. Seperti yang terjadi,”kolaborasi manis” antara dirinya dengan Viky Sianipar. Ompung Nortier menciptakan lagu nya, dan si Pikky lah arrangernya. Mau tau itu lagu apa? Mars Pemilu 2015! Dan kurang lebih dua minggu yang lalu, presiden mengundang ompung Simanungkalit untuk datang ke istana negara, untuk sosialisasi Mars Pemilu ciptaannya itu. Dan dengan bangga dia memberitahukan, bahwa si Pikky lah arranger nya.
Jadi, kalo kalian dengar nanti Mars Pemilu 2015, langsung ingatlah dua orang Batak Keren, yaitu Nortier Simanungkalit dan Viky Sianipar.
Langganan:
Postingan (Atom)